16/09/16

Dasar- Dasar Perpajakan
Definisi Pajak:
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
S.I. Djajadiningrat: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbale balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
 Ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak:
a.Iuran rakyat kepada negara.
b. Berdasarkan Undang Undang
c. Tanpa jasa timbal atau kontra prestasi secara individual dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. 
d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum.
 Pajak

Pungutan lain selain pajak:
a.       Bea meterai
b.      Bea masuk dan bea keluar
c.       Cukai
d.      Retribusi
e.       Iuran
f.        Pungutan lain
Fungsi Pajak:
a. Fungsi Budgetair: sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan dan sumber kas negara.
b. Fungsi Regulaterend : pajak merupakan alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
Kedudukan Hukum Pajak
Pajak adalah hukum public (hubungan antara penguasa dan warganya). Hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrative. Hukum Pajak berkaitan erat dengan hukum perdata dan pidana.
Pembagian Hukum Pajak
a.       Hukum Pajak Materiil : norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa besar pajaknya.
b.      Hukum Pajak Formil : peraturan-peraturan mengenai berbagai cara untuk mewujudkan hukum materiil untuk menjadi kenyataan.
Teori yang mendukung pemungutan pajak:
a.       Teori Asuransi: negara bertugas melindungi orang dan segala kepentinganya, meliputi keselamatan dan keamanan jiwa, serta harta bendanya.
b.      Teori Kepentingan: pembagian beban pajak harus dipungut dari seluruh penduduk.
c.       Teori Gaya Pikul : dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya.
d.      Teori Kewajiban Pajak Mutlak: berdasarkan paham Organische Staatsleer, karena sifat suatu negara timbulah hak mutlak untuk memungut pajak.
e.       Teori Asas Gaya Beli: fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa, mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan menyalurkannya kembali ke masyarakat.
Jenis Pajak
1.      Menurut Golongan:
a.      Pajak langsung : Pajak yang harus ditangung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dibebankan kepada orang lain.contoh: PPh
b.      Pajak tidak langsung: pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: PPN
2.      Menurut Sifat:
a.       Pajak Subjektif : pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak. Contoh: PPh
b.      Pajak Objektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membawar pajak tanpa memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak. Contoh: PPN, PPnBM, PBB
3.      Menurut Lembaga Pemungut:
a.       Pajak Negara: pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN, PBB
b.      Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (provinsi), maupun daerah tingkat II (kabupaten/kota). Contoh : Pajak Kendaeaan Bermotor, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan, dsb.

Tata Cara Pemungutan Pajak
1.      Stelsel Pajak
a.       Stelsel Nyata (Riil):
Pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya terjadi, dilakukan pada akhir tahun pajak. Stelsel nyata didasarkan pada penghasilan sesungguhnya sehinga lebih akurat dan realistis. Namun wajib pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi pada akhir tahun, sementara pada waktu tersebut belum tentu tersedua jumlah kas yang memadai dan semua wajib pajak akan membayar pajak pada akhir tahun sehingga mempengaruhi jumlah uang beredar secara makro.

b.      Stelsef Anggapan (Fiktif):
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh UU. Contoh: penghasilan satu tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak yang terutang tahun ini disamakan dengan jumlah pajak terutang tahun sebelumnya. Sehingga besarnya pajak terutang pada tahun berjalan sudah dapat ditetapkan di awal tahun.
      Pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu akhir tahun, misalnya saat Wajib Pajak memiliki cadangan kas yang banyak dan dapat diangsur dalam tahun berjalan. Namun pajak yang dibayarkan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.

c.       Stelsel Campuran:
Kombinasi antara stelsel nyata dan anggapan. Pada awal tahun pajak didasarkan stelsel anggapan, dan pada akhir tahun pajak didasarkan pada kenyataan sesungguhnya (stelsel nyata). Jika besar pajak berdasarkan stelsel nyata > pajak berdasarkan stelsel anggapan, Wajib pajak harus membayar kekurangan tersebut. Bila terjadi sebaliknya maka Wajib Pajak dapat meminta restitusi atau dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya.

2.      Asas Pemungutan Pajak
a.       Asas Domisili: Setiap Wajib Pajak yang berdomisili di Indonesia dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
b.      Asas Sumber: Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c.       Asas Kebangsaan: Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.


3.      Sistem Pemungutan Pajak:
a.       Official Assesment System: sistem penentuan besarnya pajak yang seharusnya terutang ditetapkan sepenuhnya oleh aparat pajak (Fiskus). Sistem official assessment adalah suatu sistem perpajakan yang mana inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada di pihak fiskus.
b.      Self Assesment System: sistem penaksiran sendiri, sehingga Wajib Pajak lah yang menaksir dalam arti menghitung dan memperhitungkan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sistem Self assessment perpajakan di Indonesia dapat diartikan sebagai suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c.       With Holding System: sistem yang member wewenang pada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak sesuai UU.
Timbulnya Utang Pajak
Timbulnya utang pajak berkaitan dengan: pembayaran pajak, memasukkan surat keberatan, menentukan saat dimulai dan berkhirnya jangka waktu daluwarsa, menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar, menentukan besarnya denda maupun sanksi administratif lainnya.
a.       Ajaran Materiil: utang pajak timbul karena diberlakukan UU perpajakan. Seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
b.      Ajaran Formil: utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Menentukan seseorang dikenakan pajak atau tidak,, jumlah pajak yang harus dibayar dan jangka waktu pembayarannya.
Berakhirnya Utang Pajak
a.       Pembayaran/Pelunasan
b.      Kompensasi (kompensasi karena kerugian maupun karena kelebihan)
c.       Daluwarsa (telah lewat batas tertentu)
d.      Pembebasan/Penghapusan (setelah penyidikan Wajib Pajak dinilai tidak mampu memenuhi kewajibannya/ mengalami kesulitan likuiditas)
Tarif Pajak
a.       Tarif Tetap: di Indonesia tarif tetap diterapkan pada bea materai.
b.      Tarif Proporsional: Tarif berupa presentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak semakin besar pula jumlah pajak terutang dengan kenaikan proporsional.
c.       Tarif Progresif: berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

1.      Tarif Progresif-Proporsional: tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan presentase tersebut adalah tetap.
2.      Tarif Progresif-Progresif: tariff berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan presentase tersebut juga semakin meningkat.
3.      Tarif Progresif-Degresif: tariff berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak tetapi kenaikan presentase semakin menurun.
4.      Tarif Degresif: tariff berupa presentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

Sumber:
Resmi, Siti 2009. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 5. Salemba Empat.

http://www.kabarpajak.com/2015/08/perbedaan-self-assesment-dan-official.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar