18/09/16

Resume Perpajakan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

1.    Ketentuan Umum Perpajakan
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007. Undang-undang tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”  dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.

Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya, serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
2.    Kewajiban wajib pajak
Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :
a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya
b. Menandatangani sendiri SPT itu
c. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.

3.    Hak-hak Wajib Pajak
a.      Melaporkan bebera[a masa pajak dalam 1 surat pemberitahuan masa.
b.      Mengajukan surat keberatan dan banding bagi wajib pajak dengan criteria tertentu
c.       Memperpanjang jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan
d.      Membetulkan surat pemberitahuan
e.       Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
f.       Mengajukan keberatan pada DirJen Pajak atas beberapa hal
g.      Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas surat keputusan keberatan
h.      Menunjuk kuasa dengan surat kuasa untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
i.        Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunaasan kekurangan pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.

4.    Nomor Pokok Wajib Pajak
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur jendral pajak kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakanya . Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  
5.    Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP  
-
Berdasarkan sistem self assesment setiap WP mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan NPWP.
-
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
-
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
-
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bukan berikutnya.
-
WP orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.

Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan PKP  
-
Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
-
Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarakan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
-
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
-
Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

6.                  Penghapusan NPWP & Pencabutan Pengukuhan Sebagai PKP 

a.
WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
b.
Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/ akte perkawinan dari catatan sipil :
c.
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris ;
d.
WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang ;
e.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
f.
WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
Pencabutan Pengukuhan Sebagai PKP dilakukan dalam hal :
a.
PKP pindah alamat;
b.
WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
c.
PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP;

7.      Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Syarat-syarat pendaftaran NPWP:
WP pribadi : Fotokopi KTP (WNI)/ Fotokopi Paspor (WNA), surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang.
WP pribadi usahawan : Fotokopi KTP/Fotokopi Paspor, surat keterangan domisili, surat keterangan kegiatan usaha.
WP Badan : Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat, Fotokopi KTP/Paspor, surat keterangan tempat kegiatan usaha.
Bendaharawan: Fotokopi KTP, Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
WP pemungut: Fotokopi kerja sama sebagai joint operation, Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation, Fotokopin KTP/paspor, surat keterangan domisili.
WP dengan status cabang, pribadi, pengusaha, wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan fotokopi surat keterangan terdaftar.

8.      Pembayaran Pajak
·         Cara pembayaran pajak:
·         Membayar sendiri pajak terutang
·         Melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain
·         Melalui pajak di luar negeri
·         Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau pihak yang ditunjuk pemerintah
·         Pembayaran pajak lainnya antara lain: PBB (dilunasi berdasarkan SPPT), BPHTB (perolehan hak atas tanah dan bangunan), Bea Materai

9.      Macam-macam SSP
a.      SSP Standar
SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan.
Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);  
 Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;       
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;         
 Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan    perpajakan yang berlaku.

b.      SSP Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP Khusus dicetak :        
·         pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;       
·         terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).

c.       SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai)
SSCP adalah SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP di buat dalam 6 rangkap: ·        
Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor ·        
Lembar ke 1b. Untuk penyetor ·        
Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN ·        
Lembar ke 2b. Untuk KPP melalui KPPN ·        
Lembar ke 3 untuk KPP melalui Penyetor ·        
Lemabar ke 4 untuk bank persepsi

10.  Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Pemotongan:
·         memotong (mengurangi) pembayaran atau jumlah yang diterima atau Dasar Pengenaan Pajak
·         dilakukan oleh pemberi penghasilan (yang membayarkan)
·         PPh pasal  4(2), 21/26,23/26

Pemungutan:
·      memungut (menambah) jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima atau Dasar Pengenaan Pajak
·      dilakukan oleh penerima penghasilan (yang menerima pembayaran)
·      untuk PPN dan PPnBM, PPh Pasal 22 (PPh Pasal 22 khusus untuk Penerima penghasilan memungut PPh Pasal 22 (Industri semen/kertas/baja/otomotif)dan bisa menjadi pemberi penghasilan memotong PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah)

11.  Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah laporan pajak yang dilaporkan kepada pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak. Semua pajak diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008. 
SPT dibagi menjadi dua kategori, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.
Fungsi SPT adalah :
·         Bagi wajib Pajak PPh: sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;harta dan kewajiban;pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
·      Bagi Pengusaha Kena Pajak : sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pemotong/ Pemungut Pajak dan sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
Sanksi terlambat menlaporkan SPT:
  • Rp 100.000,00 untuk SPT Tahunan bagi wajib pajak pribadi.
  • Rp 1.000.000,00 untuk SPT Tahunan bagi Pengusaha Kena Pajak.
  • Rp 500.000,00 untuk SPT Masa PPN
  • Rp 100.000,00 untuk SPT Masa lainnya.
12.  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya)
13.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
-
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
-
SKPLB diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB.
-
Dalam hal SPT LB diajukan restitusi, Ditjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak (SKPLB atau SKPN atau SKPKB) dalam jangka waktu 12 bulan.
-
Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut diajukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian harus menerbitkan Surat Keputusan Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPKP) paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPh) dan paling lambat 1 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPN).
-
Setelah menerbitkan SKPKP tersebut di atas, Dirjen Pajak masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dimaksud dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Dan apabila hasil pemeriksaan tersebut berupa SKPKB, jumlah kekurangan pajaknya dikenakan sanksi kenaikan 100%.
-
Hasil pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar tanpa permohonan restitusi,
14.    Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga
Fungsi Surat Tagihan Pajak: 
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak; 
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau 
denda; 
c. sarana untuk menagih pajak.

Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga; 
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau
membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan 
faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan

15.              Keberatan, Banding dan Peninjauan kembali
Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah:
  1. Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
  2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasanalasan yang jelas.
  3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
  4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
  5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
    Perlu diketahui bahwa apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.
Syarat pengajuan banding adalah:
  1. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut.
  2. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Peninjauan Kembali
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.

16.    Pembukuan, Pemeriksaan dan Penyidikan
Pembukuan
syarat-syarat pembukuan adalah sebagai berikut:
·         Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang dijinkan oleh Menteri Keuangan;
·         Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak;
·         Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat asas yaitu menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual;
·         Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan keabsahannya;
·         Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan, jadi data-data yang ada sebaiknya disimpan selama 10 tahun;
·         Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap akhir tahun pajak.
Wajib pajak dapat membuat pembukuannya dalam bahasa asing atau mata uang selain rupiah, diantaranya adalah wajib pajak yang tergolong: Dalam rangka penanaman modal asing; Dalam rangka kontrak karya pertambangan; Dalam rangka kontrak bagi hasil pertambangan/ pengeboran;  Yang berafiliasi dengan perusahaan induk di Luar Negeri;  Badan Usaha Tetap (BUT).
Pemeriksaan
Menurut Pasal 1 angka 25 UU KUP pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proforsional berdasarkan standar pemeriksaan. Tujuan Pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penyidikan
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17.  Sanksi Pajak
Sanksi Administrasi : berkaitan dengan denda, berkaitan dengan bunga, berkaitan dengan kenaikan
Sanksi Pidana, diatur dalam perundang-undangan perpajakan

Sumber:
www.pajakonline.com
www.pajak.go.id
Resmi, Siti 2009. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 5.Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo, 2007, perpajakan Indonesia, Buku 1 Edisi 7, Jakarta : Salemba Empat