11/10/16

Pertanyaan Tentang Pajak

1.      Jelaskan kapankah seseorang diwajibkan mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan dalam kondisi seperti apa NPWP ini bisa dihapuskan?

Saat seseorang memiliki penghasilan dan usaha maupun pekerjaan bebas (contoh: Akuntan, Dokter, Pengacara, dsb.) ; orang pribadi yang telah memiliki penghasilan diatas PTKP (contoh: Pengusaha) selama satu tahun; dan semua badan usaha. Seseorang diwajibkan memiliki NPWP  1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan atau akhir bulan berikutnya setelah penghasilan yang bersangkutan melebihi PTKP.
NPWP dapat dihapuskan dengan beberapa ketentuan. Penghapusan NPWP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Penghapusan NPWP dapat dilakukan atas permohonan Wajib Pajak (self assessment system) atau secara jabatan.
Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi. Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi, apabila penghapusan tersebut dilakukan terhadap:
Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
  1. Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  3. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
  4. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;
  5. Wajib Pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan badan dan telah menghentikan kegiatan usahanya;
  6. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi;
  7. Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya;
  8. Wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami;
  9. Anak belum dewasa yang telah memiliki NPWP;
  10. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;atau
  11. Wajib Pajak badan tertentu selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.
Penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak selain tersebut diatas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. 

Penghapusan NPWP melalui Aplikasi e-Registration :

Permohonan penghapusan NPWP, dilakukan dengan menggunakan Formulir Penghapusan NPWP dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Penghapusan NPWP pada aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id. Permohonan penghapusan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Penghapusan NPWP dengan lengkap melalui aplikasi e-Registration harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani. Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan penghapusan secara elektronik, permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik. Dalam hal penghapusan NPWP terkait dengan Wajib Pajak orang pribadi yang meninggal dunia, permohonan penghapusan NPWP dapat diajukan oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan.

Penghapusan NPWP secara Tertulis

Apabila Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP secara elektronik, permohonan penghapusan dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis. Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Penghapusan NPWP. Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Penghapusan NPWP harus melengkapi formulir penghapusan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan. Dokumen yang disyaratkan meliputi: 
a.       Surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari instansi yang berwenang dan surat pernyataan bahwa tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi dengan menyebutkan ahli waris, untuk orang pribadi yang meninggal dunia;
b.      Dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
c.       Dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak ada lagi kewajiban sebagai bendahara, untuk bendahara pemerintah;
d.      Surat pernyataan mengenai kepemilikan NPWP ganda dan fotokopi semua kartu NPWP yang dimiliki, untuk Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu NPWP;
e.       Fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan surat pernyataan tidak membuat, perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami, untuk Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki NPWP;
f.       Dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan termasuk bentuk usaha tetap telah dibubarkan sehingga tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, seperti akta pembubaran badan yang telah disahkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk Wajib Pajak badan.
Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara: 
a.       Langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
b.      Melalui pos; atau
c.       Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.

Apabila permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP, KP2KP meneruskan permohonan penghapusan NPWP ke KPP. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana, KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan: 
a.       Dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak;
b.      Dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.

Penghapusan NPWP secara Jabatan

Penghapusan NPWP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi. Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka penghapusan NPWP secara jabatan, dilakukan apabila: 
a.       Terdapat data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif;
b.      Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan penghapusan NPWP.

Keputusan Permohonan Penghapusan NPWP

Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi dalam rangka penghapusan NPWP, KPP memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Dalam memberikan keputusan, KPP juga mempertimbangkan: 
Utang pajak;
Proses hukum atau proses administrasi berupa:

-
Pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;

-
Gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang KUP;

-
Keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang KUP;

-
Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang KUP;

-
Pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP; dan

-
Peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
Status seluruh NPWP cabang Wajib Pajak, dalam hal penghapusan NPWP dilakukan terhadap NPWP pusat.

Keputusan dapat berupa penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP atau penerbitan Surat Penolakan Penghapusan NPWP. Surat Keputusan Penghapusan NPWP diterbitkan dalam hal: 
·         Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan NPWP;
·         Tidak terdapat utang pajak, atau terdapat utang pajak tetapi:
a.
Penagihannya sudah daluwarsa;
b.
Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;atau
c.
Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan;
·         Tidak terdapat proses hukum atau proses administrasi
·         Seluruh NPWP cabang Wajib Pajak telah dihapus, dalam hal penghapusan NPWP dilakukan terhadap NPWP pusat.

Surat Penolakan Penghapusan NPWP diterbitkan dalam hal: 
·      Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi untuk tidak melakukan penghapusan NPWP;atau
· Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan NPWP, namun:

-
terdapat utang pajak;

-
terdapat proses hukum atau proses administrasi

-
terdapat NPWP cabang yang belum dihapus, dalam hal penghapusan NPWP dilakukan terhadap NPWP pusat.


Apabila setelah diterbitkan Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penghapusan NPWP dan permohonan tersebut dianggap sebagai permohonan baru, apabila diketahui:
  • Wajib Pajak melunasi utang pajak;
  • proses hukum atau proses administrasi telah selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  • seluruh NPWP cabang Wajib Pajak telah dihapus, dalam hal permohonan penghapusan NPWP diajukan terhadap NPWP pusat

Jangka Waktu Penerbitan keputusan 

Setelah dilakukan pemeriksaan atau verifikasi, penerbitan keputusan dilakukan dalam jangka waktu paling lama: 
  • 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi; atau
  • 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat, dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak badan.

Apabila jangka waktu telah terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.

2.    Bagaimanakah Wajib Pajak Orang Pribadi ataupun Wajib Pajak Badan dapat membayarkan pajaknya, serta melaporkan pajak yang sudah dibayarkannya?
Wajib Pajak Orang Pribadi membayarkan pajaknya dengan setor dan kewajiban melaporkan STP (Surat Tagihan Pajak). Setor dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu setor sendiri (umumnya dilakukan oleh wajib pajak yang memiliki usaha sendiri), dan disetorkan oleh pihak lain (contoh:  pajak karyawan yang pembayarannya dipotong melalui perusahaan/pemberi kerja.) Hal ini diatur dalam UU tentang Pajak Penghasilan yaitu: PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15 yang menyatakan WP harus membayar sendiri pajaknya.

Untuk melunasi STP maka Wajib Pajak harus membayarnya di bank-bank yang menerima pembayaran pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jangan lupa untuk mencantumkan nomor STP dalam SSP tersebut di bagian Nomor Ketetapan. Kelalaian pencantuman nomor STP ini biasanya akan mengakibatkan permasalahan di kemudian hari karena Wajib Pajak akan dianggap belum membayar STP tersebut. Untuk menyelesaikannya biasanya Wajib Pajak harus melalui proses pemindahbukuan yang cukup memakan waktu.
Sedangkan Wajib Pajak Badan memiliki kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh).

Tata cara pembayaran PPh oleh Wajib Pajak Badan diatur dalam Undang Undang Pajak Penghasilan Pasal 21,  Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 29. Untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan, harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Untuk peraturan selengkapnya mengenai batas waktu tanggal pembayaran dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.

Membayar Pajak dapat dilakukan dengan berbagai contoh, antara lain: online banking atau setor langsung melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Tata cara pembayaran Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
  • Online Banking: Wajib Pajak perlu mendaftar untuk fasilitas online banking pada bank persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bank tersebut kemudian akan menyediakan aplikasi khusus pembayaran pajak online. Saat melakukan pembayaran, WP harus mengisi terlebih dahulu data yang diperlukan pada aplikasi dari bank tersebut. Saat pembayaran sudah dilakukan, WP akan menerima nomor referensi sebagai tanda bukti pembayaran. Setelah itu data yang sudah diisi beserta nomor referensi perlu dikirim kepada bank yang bersangkutan, agar WP dapat menerima Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank, untuk dipergunakan pada laporan pajak yang akan dikirimkan kepada kantor pajak.
  • Setor langsung melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi: WP terlebih dahulu melengkapi lembaran SSP sebelum menyetor pajak pada lokasi yang diinginkan. Setelah menyetor pajak, lembaran SSP yang sudah diisi akan dicap oleh Kantor Pos atau Bank Persepsi, dan WP akan menerima NTPN dari tempat tersebut, beserta bukti pembayarannya.
  • Fitur bayar pajak online (yang segera hadir) di aplikasi OnlinePajak yang juga dilengkapi fitur hitung dan lapor pajak. Sehingga proses administrasi pajak Anda pun menjadi lebih mudah dan lebih cepat.

3.    Jelaskan, dalam kondisi seperti apakah suatu badan usaha perlu dikukuhkan sebagai PKP?
Pemilik suatu badan usaha perlu dikukuhkan sebagai PKP apabila memiliki pendapatan bruto (omset) dalam 1 tahun buku mencapai Rp. 4,800,000,000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan :
·      melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
·      memungut pajak yang terutang;
·      menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan
·      melaporkan pemungutan, penyetoran dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir bulan berikutnya (SPT Masa PPN).
Sedangkan tata cara pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai berikut:
a.     Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
b.     Pengusah orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
c.    Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
d.   Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batas yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Pelaporan Bagi Pengusaha Tertentu :

·      Seluruh WP BUMN (Badan Usah Milik Negara) da WP BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) di wilayah DKI Jakarta, di KPP BUMN Jakarta;

·      WP PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak go public, di KPP PMA kecuali yang telah terdaftar di KPP lama dan WP PMA di kawasan berikat dengan permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat;

·      WP Badan dan Orang Asing (Badora), di KPP Badora;
WP go public, di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali WP BUMN/BUMD serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan berikat;

·      WP BUMN diluar Jakarta, di KPP setempat;

·      Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar Jakarta, khusus PPh pemotongan/pemungutan dan PPN/PPnBM di tempat kegiatan usaha atau cabang.

4.        Sebutkan kegunaan STP (Surat Tagihan Pajak), serta jelaskan skema penagihan pasif dan skema penagihan aktif !

Berdasarkan Pasal 1 no 19 UU Ketentuan Umum Perpajakan No 16 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.” Dengan kata lain Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang berfungsi untuk melakukan tagihan pajak dengan menyertakan sanksi administrasi didalamnya. Surat Tagihan Pajak ini juga memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (3) UU Ketentuan Umum Perpajakan Tahun 2000 Surat Tagihan Pajak harus dilunasi satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Dengan kata lain, tanggal jatuh tempo Surat Tagihan Pajak tersebut adalah satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
Kegunaan STP adalah:
a.       Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b.      Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda;
c.       Sarana untuk menagih pajak.

Penagihan pasif adalah penagihan pajak yg dilakukan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya memberitahukan ke Wajib Pajak mengenai adanya utang pajak. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkan Surat Tagihan Pajak atau surat lain yang sejenis wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.


Penagihan aktif adalah kelanjutan dari penagihan pasif. Dalam penagihan aktif, fiskus berperan aktif sampai dengan tindakan sita dan lelang. Adapun tahap penagihan aktif adalah sebagai berikut: Surat Teguran. Penagihan Pajak Seketika Sekaligus. Surat Paksa. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pelaksanaan Lelang. c. Penagihan pajak seketika dan sekaligus Penagihan pajak seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

08/10/16

Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Keberatan diajukan atas suatu:
1.     Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2.     Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3.     Surat Ketetapan Pajak NIhil;
4.     Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
5.     Pemotongan atau pemotongan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Syarat pengajuan keberatan adalah:
  1. Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
  2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasanalasan yang jelas.
  3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
  4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
  5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
    Perlu diketahui bahwa apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Keberatan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP dengan surat keberatan.
Surat keberatan wajib memenuhi syarat:
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan dan dilampirkan dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti pemungutan, atau bukti pemotongan;
  3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak atau untuk 1 (satu) pemotongan atau pemungutan pajak;
  4. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan disertai fotokopi bukti pelunasannya (persyaratan ini hanya berlaku untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya);
  5. diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur); dan
  6. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut wajib dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.
Syarat pengajuan banding adalah:
  1. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut.
  2. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.


Tata cara permohonan banding adalah sebagai berikut:
1.      Permohonan diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia dengan alasan jelas paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Kebertann diterima, dilampiri salinan Surat Keputusan keberatan.
2.      Terhadap STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam waktu satu bulan sejak tanggal terbitnya namun belum dibayar pada saat pengajuan keberatan. ,( jangka waktu pelunasan 1 bulan sejak tanggal penerbitan banding)
3.      Terhadap STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 2 bulan sejak diterbitkannya, tetapi belum dibayar,( jangka waktu pelunasan 1 bulan sejak tanggal penerbitan banding).
4.      Jumlah Pajak yang belum dibayar pada nomer 3 tidak termasuk utang pajak.
5.      Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan putusan banding.

Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Peninjauan Kembali

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.


Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.

Referensi : Resmi, Siti 2009. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 5. Salemba Empat.