1.
Ketentuan Umum Perpajakan
Peraturan
perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun
2007. Undang-undang tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”
dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya
mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut
pajak, serta sanksi perpajakan.
Sistem perpajakan yang
dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang,
menyetornya, serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut,
sedangkan fungsi Direktorat Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas
sistem self assesment tersebut agar Wajib Pajak melaksanakannya sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan pajak yang terutang diatur
dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan
UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta
wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan
sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir
dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib
Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan
apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan
2.
Kewajiban
wajib pajak
Dalam
menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan
dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT).
Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai
kewajiban :
a.
Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya
b.
Menandatangani sendiri SPT itu
c.
Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
Wajib
pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada
waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung,
yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
3.
Hak-hak
Wajib Pajak
a.
Melaporkan bebera[a masa pajak
dalam 1 surat pemberitahuan masa.
b.
Mengajukan surat keberatan dan
banding bagi wajib pajak dengan criteria tertentu
c.
Memperpanjang jangka waktu
penyampaian surat pemberitahuan
d.
Membetulkan surat pemberitahuan
e.
Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak
f.
Mengajukan keberatan pada DirJen
Pajak atas beberapa hal
g.
Mengajukan permohonan banding
kepada badan peradilan pajak atas surat keputusan keberatan
h.
Menunjuk kuasa dengan surat kuasa
untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
i.
Memperoleh pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunaasan
kekurangan pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.
4. Nomor Pokok Wajib Pajak
NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur jendral
pajak kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakanya . Oleh karena itu, kepada setiap
Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor
Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan
dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak) yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
5.
Tempat
Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Pendaftaran
Untuk Mendapatkan NPWP
-
|
Berdasarkan sistem self assesment
setiap WP mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan
NPWP.
|
-
|
Kewajiban mendaftarkan diri
berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah,
karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
|
-
|
Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat,
selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
|
-
|
Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan
memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bukan
berikutnya.
|
-
|
WP orang pribadi lainnya yang
memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
|
Pelaporan
Usaha Untuk Pengukuhan PKP
-
|
Pengusaha yang dikenakan PPN,
wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan
untuk dikukuhkan menjadi PKP.
|
||||||||||||||||||
-
|
Pengusaha orang pribadi atau badan
yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarakan diri
ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
|
||||||||||||||||||
-
|
Pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
|
||||||||||||||||||
-
|
Pengusaha kecil yang tidak memilih
untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu
tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
6.
Penghapusan
NPWP & Pencabutan Pengukuhan Sebagai PKP
Pencabutan
Pengukuhan Sebagai PKP dilakukan dalam hal :
|
7.
Tata
Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Syarat-syarat pendaftaran NPWP:
WP pribadi : Fotokopi KTP (WNI)/
Fotokopi Paspor (WNA), surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang.
WP pribadi usahawan : Fotokopi
KTP/Fotokopi Paspor, surat keterangan domisili, surat keterangan kegiatan
usaha.
WP Badan : Fotokopi akta pendirian dan
perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat, Fotokopi
KTP/Paspor, surat keterangan tempat kegiatan usaha.
Bendaharawan: Fotokopi KTP, Fotokopi
surat penunjukan sebagai bendaharawan.
WP pemungut: Fotokopi kerja sama sebagai
joint operation, Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation, Fotokopin
KTP/paspor, surat keterangan domisili.
WP dengan status cabang, pribadi,
pengusaha, wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan fotokopi surat
keterangan terdaftar.
8.
Pembayaran
Pajak
·
Cara pembayaran pajak:
·
Membayar sendiri pajak terutang
·
Melalui pemotongan dan pemungutan pihak
lain
·
Melalui pajak di luar negeri
·
Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau
pihak yang ditunjuk pemerintah
·
Pembayaran pajak lainnya antara lain:
PBB (dilunasi berdasarkan SPPT), BPHTB (perolehan hak atas tanah dan bangunan),
Bea Materai
9.
Macam-macam
SSP
a.
SSP
Standar
SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk,
ukuran, dan isi yang telah ditetapkan.
Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
Lembar ke-3: Untuk
dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
Lembar ke-5: Untuk
arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundangan perpajakan yang berlaku.
b.
SSP
Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya
sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor
PER-01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam
administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran
yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3)
dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP Khusus dicetak :
·
pada saat transaksi
pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama
dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;
·
terpisah sebanyak 1
(satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk
diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
c.
SSCP
(Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai)
SSCP adalah SSP yang
digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil
tembakau buatan dalam negeri. SSCP di buat dalam 6 rangkap:
·
Lembar ke 1a. Untuk
KPBC melalui penyetor ·
Lembar ke 1b. Untuk
penyetor ·
Lembar ke 2a. Untuk
KPBC melalui KPPN ·
Lembar ke 2b. Untuk KPP
melalui KPPN ·
Lembar ke 3 untuk KPP
melalui Penyetor ·
Lemabar ke 4 untuk bank
persepsi
10. Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Pemotongan:
Pemotongan:
·
memotong
(mengurangi) pembayaran atau jumlah yang diterima atau Dasar Pengenaan Pajak
·
dilakukan
oleh pemberi penghasilan (yang membayarkan)
·
PPh
pasal 4(2), 21/26,23/26
Pemungutan:
·
memungut
(menambah) jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima atau Dasar
Pengenaan Pajak
·
dilakukan
oleh penerima penghasilan (yang menerima pembayaran)
·
untuk
PPN dan PPnBM, PPh Pasal 22 (PPh Pasal 22 khusus untuk Penerima penghasilan
memungut PPh Pasal 22 (Industri semen/kertas/baja/otomotif)dan bisa menjadi
pemberi penghasilan memotong PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah)
11. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah laporan pajak yang
dilaporkan kepada pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak. Semua
pajak diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008.
SPT dibagi menjadi dua kategori, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.
Fungsi SPT adalah :
·
Bagi
wajib Pajak PPh: sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak;penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek
pajak;harta dan kewajiban;pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain
dalam 1 (satu) Masa Pajak.
· Bagi Pengusaha Kena Pajak : sebagai
sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan
PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : pengkreditan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;pembayaran atau pelunasan pajak yang
telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa
pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku. Pemotong/ Pemungut Pajak dan sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
Sanksi terlambat menlaporkan SPT:
- Rp 100.000,00 untuk SPT Tahunan
bagi wajib pajak pribadi.
- Rp 1.000.000,00 untuk SPT
Tahunan bagi Pengusaha Kena Pajak.
- Rp 500.000,00 untuk SPT Masa
PPN
- Rp 100.000,00 untuk SPT Masa
lainnya.
12. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah
diterbitkan sebelumnya)
13. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB)
-
|
SKPLB adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
|
-
|
SKPLB diterbitkan sehubungan
dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan restitusi, SPT LB
yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB.
|
-
|
Dalam hal SPT LB diajukan
restitusi, Ditjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak (SKPLB atau
SKPN atau SKPKB) dalam jangka waktu 12 bulan.
|
-
|
Dalam hal permohonan restitusi
atas SPT LB tersebut diajukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu,
Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian harus menerbitkan Surat Keputusan
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPKP) paling lambat 3 bulan sejak permohonan
diterima (untuk PPh) dan paling lambat 1 bulan sejak permohonan diterima
(untuk PPN).
|
-
|
Setelah menerbitkan SKPKP tersebut
di atas, Dirjen Pajak masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak
dimaksud dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Dan apabila hasil pemeriksaan
tersebut berupa SKPKB, jumlah kekurangan pajaknya dikenakan sanksi kenaikan
100%.
|
-
|
Hasil pemeriksaan atas SPT Lebih
Bayar tanpa permohonan restitusi,
|
14.
Surat
Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.
Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak ataumembuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.
Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak ataumembuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
15.
Keberatan,
Banding dan Peninjauan kembali
Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah:
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah:
- Mengajukan surat keberatan
kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat
atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak
ketiga.
- Diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut
perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasanalasan yang jelas.
- Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib
Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
di luar kekuasaannya.
- Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan.
- Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib
melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah
disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum
surat keberatan disampaikan.
Perlu diketahui bahwa apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.
Syarat pengajuan banding adalah:
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.
Syarat pengajuan banding adalah:
- Permohonan banding diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan keberatan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut.
- Terhadap 1 (satu) Keputusan
diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Pengadilan Pajak
harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding
diterima. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib
Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen)
dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Peninjauan Kembali
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
16.
Pembukuan,
Pemeriksaan dan Penyidikan
Pembukuan
syarat-syarat pembukuan
adalah sebagai berikut:
·
Pembukuan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah
dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang dijinkan oleh
Menteri Keuangan;
·
Pembukuan harus meliputi seluruh
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak;
·
Pembukuan harus dilakukan secara
teratur, tepat waktu, terinci dan taat asas yaitu menggunakan stelsel kas atau
stelsel akrual;
·
Pembukuan harus didukung dengan
bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan
keabsahannya;
·
Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali
apabila diperlukan, jadi data-data yang ada sebaiknya disimpan selama 10 tahun;
·
Pembukuan harus ditutup dengan membuat
neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap akhir tahun pajak.
Wajib pajak dapat
membuat pembukuannya dalam bahasa asing atau mata uang selain rupiah,
diantaranya adalah wajib pajak yang tergolong: Dalam rangka penanaman modal
asing; Dalam rangka kontrak karya pertambangan; Dalam rangka kontrak
bagi hasil pertambangan/ pengeboran; Yang berafiliasi dengan
perusahaan induk di Luar Negeri; Badan Usaha Tetap (BUT).
Pemeriksaan
Menurut Pasal 1 angka
25 UU KUP pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proforsional
berdasarkan standar pemeriksaan. Tujuan Pemeriksaan adalah untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Penyidikan
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17.
Sanksi Pajak
Sanksi
Administrasi : berkaitan dengan denda, berkaitan dengan bunga, berkaitan dengan
kenaikan
Sanksi
Pidana, diatur dalam perundang-undangan perpajakan
Sumber:
www.pajakonline.com
www.pajak.go.id
Resmi, Siti 2009. Perpajakan Teori dan Kasus.
Edisi 5.Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo, 2007, perpajakan Indonesia, Buku 1 Edisi 7, Jakarta : Salemba Empat